OTT KPK di Riau dan Spekulasi Drama Kriminalisasi Bermotif Politik

OTT KPK di Riau dan Spekulasi Drama Kriminalisasi Bermotif Politik
Febri Romadhon Pengamat Hukum Praktisi Komunikasi Politik

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali melaksanakan Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Provinsi Riau pada Senin, 3 November 2025. Sebanyak sepuluh individu, termasuk Gubernur Riau, Abdul Wahid, diamankan dalam OTT yang berlangsung di lingkungan Dinas PUPR-PKPP Provinsi Riau tersebut.

Pihak KPK menjelaskan bahwa rangkaian OTT ini merupakan hasil pengembangan dari laporan masyarakat yang menyoroti adanya praktik “jatah preman” yang diduga diminta oleh Abdul Wahid terkait beberapa proyek di Dinas PUPR-PKPP Provinsi Riau.

Dalam konferensi pers resmi, KPK mengumumkan tiga tersangka, di mana salah satunya adalah Abdul Wahid, kader PKB sekaligus Gubernur Riau.

Pengamat politik sekaligus Direktur Creativa Research and Consulting, Febri Romadhon mengungkapkan pendapatnya terkait OTT yang dilakukan KPK terhadap Gubernur Riau tersebut.

Febri mengapresiasi langkah KPK dalam menjalankan tugasnya di Riau, selain itu ia menyebutkan bahwa proses OTT yang dilakukan KPK juga menimbulkan spekulasi dan asumsi di tengah masyarkat saat ini.

"Saya mendukung KPK dalam mengungkap aktor pemain anggaran di Riau, namun prosesnya itu memunculkan anggapan di masyarakat bahwa OTT ini merupakan skenario kriminalisasi terhadap figur AW" ungkap Febri saat dikonfirmasi pada Senin, 10 November 2025.

"Anggapan itu muncul karena minimnya alat bukti yang ditunjukkan KPK, seperti tidak adanya dokumen tertulis seperti chat, rekaman suara, atau pun hal lain yang menunjukkan AW betul-betul meminta jatah preman tersebut," sambungnya.

Menurutnya, ketidakadaan alat bukti itu membuka ruang bagi orang lain untuk menilai proses OTT yang dilakukan KPK terhadap Abdul Wahid.

"Kita kan tahu, untuk menetapkan status seseorang itu bersalah atau tidak, harus melampirkan bukti, barang bukti dan juga alat bukti yang cukup. Ok barang bukti ada, tapi alat buktinya?" ujar Febri.

"Jika hanya mengandalkan pengakuan saksi tanpa dukungan dokumen yang mengarah ke AW, maka hal itu bisa dipertanyakan" sambungnya.

Selain itu, Febri juga tidak menapikan kemungkinan adanya orang dekat Abdul Wahid yang turut terlibat dalam operasi OTT KPK terhadap Gubernur Riau tersebut.

"Spekulasi yang beredarkan juga ada yang menyebutkan adanya insider atau orang dalam atau orang dekat AW yang terlibat dalam drama atau proses OTT ini" sebutnya.

"Jika itu terbukti, maka stigma tidak ada teman atau musuh abadi dalam politik benar adanya. Ini juga menimbulkan kecurigaan bahwa proses OTT bisa saja dimanipulasi untuk tujuan politik" sambung pemuda yang pernah menempuh pendidikan Ilmu Pemerintahan di UIR tersebut.

Febri menegaskan, tindakan kriminalisasi merupakan tindakan ilegal yang bisa menghakimi seseorang tanpa proses hukum yang adil dan jelas.

"Oleh karena itu, setiap pihak harus memastikan proses penegakan hukum yang berjalan itu transparan dan berdasarkan pada bukti yang jelas dan cukup" tegasnya.

Saat ditanya, tanggapannya terkait kemungkinan keterlibatan Wakil Gubernur Riau, SF Hariyanto sebagai saksi pelapor, Febri juga turut memberikan analisisnya.

"Framing disejumlah mediakan begitu, tapikan Pak SF sudah beri keterangan terkait itu. Namun, framing di media itu tidak bisa dipungkiri dapat mempengaruhi opini publik, bahwa ada rivalitas di antara kedua pimpinan daerah tersebut," tanggapan Febri.

"Kita harus menunggu proses di KPK yang masih berlanjut, kita tunggu pernyataan KPK selanjutnya dalam keputusan ini" sambungnya.

Febri juga menyampaikan, agar masyarakat tidak berspekulasi secara liar terhadap proses atau pun hal yang dialami Abdul Wahid.

"Terlepas hal-hal itu benar atau tidak, kita hanya bisa menunggu keputusan KPK, tabir kebenaran pasti akan terbuka, seiring bergulirnya proses hukum yang objektif dan transparan," pungkasnya.**

#OTT Riau #KPK OTT Riau