Skandal Legislator Kampar: Dugaan Hubungan Gelap, Aborsi Paksa, dan Uang Tutup Mulut

Skandal Legislator Kampar: Dugaan Hubungan Gelap, Aborsi Paksa, dan Uang Tutup Mulut

HARIAN SULUH. COM - Kampar , Sebuah skandal serius mengguncang DPRD Kabupaten Kampar. Seorang anggota legislatif berinisial “P” diduga terlibat dalam hubungan gelap dengan seorang perempuan muda yang disamarkan identitasnya sebagai Bunga. Kasus ini semakin mencengangkan karena berujung pada dugaan pemaksaan aborsi dan upaya “tutup mulut” melalui pemberian uang kompensasi sebesar Rp10 juta.

Informasi yang dihimpun dari berbagai sumber menyebutkan bahwa kasus ini sempat diupayakan penyelesaiannya secara informal. Mediasi dilakukan oleh seorang berinisial “M” dan seorang wartawan senior berinisial “HK”. Dalam pertemuan itu, Bunga menerima uang tunai dari “P”, yang saat itu berjanji akan menghapus seluruh foto dan video mesra di ponselnya serta semua unggahan media sosial terkait hubungan mereka. Sebagai imbal balik, Bunga menyanggupi untuk tidak mempublikasikan hubungan mereka.

Namun, konflik kembali mencuat. Bunga, yang mengaku mengalami gangguan kesehatan sejak aborsi tersebut, mengungkapkan bahwa selama delapan bulan terakhir ia tidak mengalami menstruasi. Ia merasa uang kompensasi yang diterimanya tidak sebanding dengan penderitaan fisik dan psikologis yang ia alami. Karena itu, ia menunjuk seorang kuasa hukum berinisial “F” untuk menangani kasus ini secara resmi.

“Kami sudah beberapa kali bertemu dengan ‘P’ dan kuasa hukumnya,” ujar F saat dikonfirmasi.

Menurut pengakuan Bunga, hubungan mereka bermula dari perkenalan lewat aplikasi MiChat yang kemudian berkembang menjadi hubungan asmara. Pertemuan fisik rutin terjadi hingga Bunga hamil. Namun, saat kehamilan diketahui, tekanan agar melakukan aborsi mulai muncul, meskipun Bunga awalnya berharap sang legislator akan bertanggung jawab.

Yang membuat publik makin murka, sosok “P” selama ini dikenal sebagai figur religius. Ia menjabat sebagai Ketua Komunitas Riau Indonesia Mengaji, sebuah forum yang sering mendampingi ulama dalam kegiatan dakwah. Reputasinya sebagai panutan moral kini tercoreng oleh dugaan skandal seksual dan pemaksaan aborsi.

Penelusuran menyebutkan bahwa dari Fraksi NasDem di DPRD Kampar, hanya terdapat satu orang anggota berinisial “P”. Seorang pengurus internal partai mengonfirmasi bahwa pihaknya tengah memantau kasus tersebut. “Kami sudah menyimak, dan memang cuma satu anggota fraksi kami yang berinisial P,” ujarnya.

Dari sisi hukum, tuduhan terhadap “P” tergolong berat. Jika terbukti, ia bisa dijerat dengan Pasal 285 hingga 290 KUHP tentang pemaksaan hubungan seksual dan perbuatan cabul, dengan ancaman hukuman hingga 12 tahun penjara. Selain itu, Undang-Undang No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) mengatur pidana maksimal 15 tahun dan denda hingga Rp500 juta untuk kasus kekerasan seksual berbasis relasi kuasa, termasuk pemaksaan aborsi.

Pasal 194 UU Kesehatan juga menegaskan bahwa aborsi paksa merupakan tindak pidana serius, dengan ancaman penjara 10 tahun dan denda hingga Rp1 miliar. Jika dikaitkan dengan UU Perlindungan Perempuan dan Anak serta UU Penghapusan Diskriminasi terhadap Perempuan, kasus ini jelas merupakan pelanggaran berat terhadap martabat perempuan.

Secara etik, “P” berpotensi mendapat sanksi dari Badan Kehormatan DPRD Kampar. Kode etik anggota dewan memungkinkan hukuman mulai dari teguran hingga pemberhentian tetap. Tekanan dari masyarakat pun semakin kuat.

Sejak awal Mei, spanduk kecaman bermunculan di sejumlah titik strategis di Pekanbaru. Salah satunya terpampang di jembatan penyeberangan Jalan Sudirman dekat Bandara Sultan Syarif Kasim II bertuliskan: “PEREMPUAN BUKAN MAINAN — USUT DAN PENJARAKAN!”

Pada Senin, 5 Mei 2025, Gerakan Masyarakat Peduli Moral (GM-PM) mendatangi kantor DPD NasDem Kampar di Bangkinang untuk mendesak investigasi internal. “Kami tidak asal menuduh. Tapi jika benar terjadi hubungan gelap, kehamilan, dan aborsi paksa, ini bukan sekadar aib—ini kejahatan!” tegas Zulfaim, Ketua GM-PM.

Aktivis Pemuda Peduli Anak dan Perempuan (P2AP) Riau, Dino, juga mendesak tindakan tegas dari DPRD Kampar. “Kalau terbukti, dia predator seksual. Tidak pantas lagi duduk sebagai wakil rakyat. PAW-kan saja!” ujarnya.

Hingga berita ini diturunkan, “P” belum memberikan klarifikasi atau pernyataan resmi. Upaya konfirmasi melalui sambungan telepon dan pesan singkat belum mendapat tanggapan. Sementara itu, gelombang protes dan tuntutan keadilan dari masyarakat terus membesar***TIM

#skandal DPRD Kampar