Bangkinang — Perubahan sikap Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Kampar, Drs. Hambali, M.Si., yang sebelumnya sempat menyatakan siap mundur namun kini mencabut kembali ucapannya, menuai tanggapan tajam dari berbagai kalangan. Tokoh masyarakat menilai langkah Hambali menunjukkan ketidakkonsistenan dan mencederai wibawa seorang pejabat tinggi daerah.
Dalam pernyataan terbarunya, Hambali mengatakan,
"Saya tidak akan pernah mundur, menunggu SK pemberhentian lebih terhormat.”
Pernyataan ini berbalik arah dari sikapnya beberapa hari sebelumnya, saat ia dengan lantang menyebut tidak lagi sejalan dengan Bupati Kampar Ahmad Yuzar dan siap meninggalkan jabatannya.
Tokoh masyarakat Kampar, Sabar Halim, menyebut perilaku itu dalam istilah adat disebut “bakato mangguluong lidah, bajalan malintang tapak” — artinya berbicara tidak teguh pada pendirian dan melangkah berlawanan dengan ucapan sendiri.
"Kalau sudah berkata di hadapan publik, apalagi seorang pejabat tinggi seperti Sekda, maka kata itu marwah. Kalau kemudian ditarik kembali, dalam adat kita disebut bakato mangguluong lidah, bajalan malintang tapak. Artinya orang itu sudah tidak teguh pada kata-katanya sendiri,” ujar Sabar Halim kepada wartawan, Rabu (23/10/2025).
Menurutnya, dalam adat Kampar, seorang pemimpin tidak hanya diukur dari jabatan, tapi juga dari konsistensi ucapan.
"Orang Kampar itu dipegang dari katanya, bukan dari kursinya. Kalau kata sudah berubah, apalagi karena tekanan, maka hilanglah marwah kepemimpinan itu,” tegas Sabar Halim.
Pandangan senada disampaikan Abdilah, seorang mahasiswa asal Kampar yang aktif dalam gerakan kepemudaan daerah. Ia menilai publik kini menilai pejabat bukan dari jabatan, tetapi dari keberanian menepati janji.
"Hari ini rakyat sudah cerdas. Mereka tidak lagi melihat siapa yang berkuasa, tapi siapa yang berani menepati kata-kata. Kalau hari ini bilang mundur, besok berubah, itu bukan ciri pemimpin yang kuat,” ujar Abdilah.
Sementara itu, Romzizi, tokoh muda Kampar, menilai perubahan sikap Hambali menunjukkan kegamangan politik di tubuh Pemerintah Kabupaten Kampar.
"Kita bisa pahami ada tekanan atau dinamika, tapi kalau seorang pejabat tinggi sudah menyatakan sikap, mestinya itu dipertahankan. Kalau hari ini mundur, besok ralat, berarti ada yang tidak jujur pada diri sendiri,” tegas Romzizi.
Ia menambahkan, konflik terbuka antara Bupati dan Sekda telah merusak citra birokrasi.
"Keduanya seperti sedang berperang di ruang publik. Padahal, mereka seharusnya bekerja sama untuk rakyat. Ketika seorang pejabat mengumumkan mundur lalu mencabutnya, publik akan menilai bukan soal politiknya, tapi soal kejujurannya,” ujar Romzizi.
Dalam pandangan adat, tindakan mencabut pernyataan dianggap sebagai bentuk “malintang tapak” — langkah yang tidak lagi lurus. Sabar Halim menutup komentarnya dengan kalimat adat yang tajam:
"Kalau lidah sudah digulung dari kata yang diucap, dan tapak melintang dari jalan yang dilangkah, maka hilanglah wibawa seorang pemimpin di mata masyarakat Kampar.”
Dengan mencabut pernyataannya, Hambali memang masih menjabat sebagai Sekda Kampar. Namun di mata sebagian masyarakat, keputusan itu justru menimbulkan tanda tanya besar tentang konsistensi dan integritasnya sebagai pejabat publik. (rls)
#Hambali Sekda Kampar #Ahmad Yuzar Bupati