HARIANSULUH.COM - Dunia pendidikan di Kabupaten Rokan Hulu (Rohul), Riau, tengah digemparkan oleh dugaan kasus pungutan liar (pungli) yang menyeret nama SMKN 1 Kunto Darussalam. Sekolah kejuruan negeri tersebut diduga telah melakukan pungutan terhadap siswa / wali murid sejak tahun 2023, dengan dalih kegiatan siswa. Besaran pungutan disebut bervariasi, mulai dari Rp1 juta hingga Rp2 juta per siswa, tergantung jenis kegiatan yang dijalankan.
Sejumlah aktivis mahasiswa di Riau mengecam tindakan tersebut dan menilai bahwa praktik semacam ini justru bertolak belakang dengan semangat pemerintah yang sedang menggalakkan program Wajib Belajar 12 Tahun. Program ini menegaskan bahwa setiap anak berhak mendapat pendidikan gratis hingga jenjang SMA/sederajat, tanpa beban biaya tambahan dari sekolah.
Ironisnya, SMKN 1 Kunto Darussalam merupakan salah satu sekolah negeri penerima Dana BOS Reguler dari Kementerian Pendidikan, yang semestinya mampu mendukung berbagai kegiatan pembelajaran tanpa membebani peserta didik secara finansial.
Komite Sekolah Minta Arahan Kejari Rohul
Menanggapi polemik ini, pihak sekolah melalui Komite Sekolah SMKN 1 Kunto Darussalam, Charles Manullang, S.H., M.H., langsung melakukan langkah sigap dengan menyambangi Kejaksaan Negeri Rokan Hulu (Kejari Rohul) untuk meminta legal opinion terkait penggalangan dana yang dilakukan.
Penggalangan dana disebut-sebut untuk membantu keberangkatan siswa dalam kegiatan praktik kerja lapangan (PKL) karena keterbatasan dukungan dana dari pemerintah. Penggalangan dana tersebut dikumpulkan secara sukarela, sesuai ketentuan Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah.
“Hasil arahan jaksa, fungsi Komite telah benar karena sesuai regulasi permendikbud 75/2016, arsipkan dengan baik semua dokumentasi terkait, publikasi seefisien mungkin ke pihak yang berkompeten , buat laporan polisi jika ada yang menggangu yang terindikasi pidana , segera koordinator dan supervisi teknis ke biro hukum dinas pendidikan propinsi” cetusnya, dilansir dari Wartapos.co, Kamis (12/6).
Kritik Pedas dari Pemerhati Pendidikan dan Makna 'Sukarela'
Namun, langkah yang diambil pihak Komite SMKN 1 Kunto Darussalam justru memantik kritik dari berbagai pihak, salah satunya Firman Wahyudi, pemerhati pendidikan di Riau. Firman menyebut respons tersebut sebagai tindakan yang "lucu" dan justru terkesan memperparah keadaan.
"Langkah meminta arahan ke Kejari itu bagus, jika dilakukan sebelum ada penggalangan dana. Tapi kalau sudah terlanjur mengumpulkan dana lalu baru minta arahan, itu namanya menjerumuskan diri ke kubangan yang lebih dalam," ujar Firman dalam pernyataannya kepada wartawan, Kamis (12/6).
Firman menegaskan bahwa Permendikbud 75 Tahun 2016 sangat jelas melarang pungutan terhadap orang tua/wali murid oleh Komite Sekolah. Ia menilai bahwa istilah "sukarela" telah disalahartikan.
“Kalau iuran sudah ditetapkan dengan angka tertentu dan berlaku sama untuk semua, itu sudah masuk kategori pungutan, bukan sukarela lagi. Dan karena tidak ada dasar hukum yang jelas, maka masyarakat menyebutnya sebagai pungutan liar atau pungli,” pungkas Firman.
Hingga berita ini diterbitkan baik Kepala SMKN 1 Kunto Darussalam Iffiandi, S.Si.,MM maupun Komite Charles Manullang, SH.,MH belum bisa dikonfirmasi.
Kasus ini kini menjadi sorotan luas di kalangan pemerhati pendidikan, aktivis, dan masyarakat. Pemerintah daerah maupun instansi terkait diharapkan segera melakukan investigasi menyeluruh demi menjaga marwah dunia pendidikan di Rokan Hulu serta memastikan hak-hak pendidikan siswa tetap terlindungi tanpa beban pungutan yang tidak sah. (rls/BUN)
#Dugaan Pungli Pendidikan #SMKN 1 Kunto Darussalam #Disdik Riau